PENERBIT IRFANI - Jangan Percaya: Orang Indonesia Itu Tradisinya Lisan, Bukan Tulisan...
Oleh: Ahmad Soleh
Peringkat literasi Indonesia selalu berada di posisi tidak membanggakan. Survei PISA, misalnya, selalu menempatkan Indonesia di posisi dekat dengan terakhir. Beberapa waktu lalu, Kemendikbud mengumumkan peringkat Indonesia naik 5-6 peringkat. Ini sedikit membuat kita euforia. Namun, setelah dijelaskan kembali, ternyata naiknya posisi Indonesia adalah disebabkan negara-negara lain mengalami penurunan akibat pandemi.
Apakah Indonesia mengalami peningkatan? Tidak, hanya saja penurunanya tak seburuk dalam survei sebelumnya. Artinya, kualitas literasi Indonesia masih belum meningkat. Dalam asesmen nasional tahun 2021, diumumkan Mendikbud bahwa anak usia sekolah Indonesia memiliki kelemahan dalam daya literasi. Lalu, dengan segala upaya kita lakukan pembenaran, "Orang Indonesia memang tradisinya lisan, bukan tulisan..."
Apakah ungkapan itu benar? Tidak, jangan percaya. Tanpa literasi bahkan nama Indonesia mungkin tak akan pernah ada.
Para pendahulu dan founding father bangsa ini adalah orang-orang literat yang memiliki tradisi membaca dan menulis yang gila. Bahkan, semboyan Bhinneka Tunggal Ika merupakan penggalian literatur yang mendalam dan filosofis dari Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular. Tanpa tradisi baca dan tulis, mana mungkin bisa menggali sampai sedalam itu ke dalam kitab-kitab kuno.
Djoko Saryono (2019) dalam bukunya bertajuk Literasi menceritakan bagaimana tokoh-tokoh bangsa seperti Sukarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, Soetomo, Natsir, Ki Hajar Dewantara, dan sebagainya merupakan tokoh yang merawat tradisi baca dan tulis yang sangat baik. Lahirnya semangat kemerdekaan adalah buah dari keresahan kaum literat yang bertungkus lumus dengan buku, tulisan, dan wacana. Bahkan, salah satu perjuangannya ialah lewat tulisan. Balai Pustaka adalah penerbit yang dilahirkan sebagai bentuk perlawanan.
Jadi, apakah benar orang Indonesia sekarang ini memang lemah literasinya semata karena tradisi lisan? Jelas, tidak. Sungguh bagiku itu anggapan yang menyesatkan. Maka, tradisi literasi seperti baca dan tulis mesti dimiliki oleh generasi penerus bangsa ini. Buku memang bukan sumber satu-satunya, tetapi tanpa kecintaan terhadap buku, semangat literasi adalah kehampaan belaka. Jangankan membaca buku tebal, bahkan kita membaca sebuah artikel di media massa hanya judulnya saja.
Djoko Saryono (2019) dalam bukunya bertajuk Literasi menceritakan bagaimana tokoh-tokoh bangsa seperti Sukarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, Soetomo, Natsir, Ki Hajar Dewantara, dan sebagainya merupakan tokoh yang merawat tradisi baca dan tulis yang sangat baik. Lahirnya semangat kemerdekaan adalah buah dari keresahan kaum literat yang bertungkus lumus dengan buku, tulisan, dan wacana. Bahkan, salah satu perjuangannya ialah lewat tulisan. Balai Pustaka adalah penerbit yang dilahirkan sebagai bentuk perlawanan.
Jadi, apakah benar orang Indonesia sekarang ini memang lemah literasinya semata karena tradisi lisan? Jelas, tidak. Sungguh bagiku itu anggapan yang menyesatkan. Maka, tradisi literasi seperti baca dan tulis mesti dimiliki oleh generasi penerus bangsa ini. Buku memang bukan sumber satu-satunya, tetapi tanpa kecintaan terhadap buku, semangat literasi adalah kehampaan belaka. Jangankan membaca buku tebal, bahkan kita membaca sebuah artikel di media massa hanya judulnya saja.
Depok, 22 Januari 2023