NaR9Nax9LWVcLGx7LGB6LGJ4NTcsynIkynwdxn1c
Pentingkah Penulis Gunakan Nama Pena?

Pentingkah Penulis Gunakan Nama Pena?


 

IRFANIBUKU.COM - Oleh Ahmad Soleh

Di usia berapa kamu tahu bahwa Tere Liye itu nama pena? Ya, penulis novel berseri Bumi itu memiliki nama asli Darwis? Di usia berapa kamu tahu bahwa duta baca Indonesia sekaligus penulis Balada Si Roy, Gol A Gong, punya nama asli Heri Hendrayana Harris? Kapan kamu mulai sadar bahwa penulis Max Havelaar, Multatuli, punya nama asli Eduard Douwes Dekker? Kamu kenal nama Remy Sylado? Apakah kamu juga tahu bahwa nama aslinya adalah Yapi Panda Abdiel Tambayong? Jangan-jangan kamu juga baru tahu kalau Asma Nadia itu bukan nama asli. Ya, pelopor Forum Lingkar Pena (FLP) itu punya nama asli Asmarani Rosaiba.

Ternyata banyak, ya, penulis yang menggunakan nama pena dalam karya-karyanya. Dari sekian beberapa yang disebutkan di atas, hampir semuanya punya karya yang monumental dan sukses juga laku di pasaran, bahkan berstatus best-seller. Tentu saja sesuai segmentasi dan karakternya masing-masing. Kamu kenal karakter Boim dalam serial Lupus?

Kalau kamu pernah nonton filmnya, karakter Boim dalam serial Lupus itu terinspirasi dari penulis produktif dan produser sebuah stasiun televisi, Boim Lebon. Sekarang, Boim Lebon yang kocak namun religius itu masih produktif sekali menulis, mengisi pelatihan literasi, dan memproduseri program-program di RCTI. Bahkan di tengah kesibukannya itu, Boim Lebon masih sempat menjadi dosen di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Apa kamu tahu nama asli dari Boim Lebon? Ya, penulis naskah-naskah berbalut komedi ini punya nama asli Sudiyanto. Jauh ya, Sudianto jadi Boim, he he he. Dan nama beken Boim Lebon lah yang ia gunakan dalam karya-karyanya.

Alias Nama Samaran


Nama pena sama halnya dengan nama alias atau nama samaran. Berbagai macam motif orang menggunakan nama alias. Nama alias begitu populer bagi sebagian penulis dan juga figur publik. Penggunaan nama alias atau nama samaran ini dicontohkan juga oleh para pejabat di negeri kita. Contohnya saja, tren penggunaan nama yang disingkat-singkat. Dalam hitung-hitungan politik, ternyata nama yang gampang disebut itu bisa memengaruhi ketenaran dan kesuksesan serang politisi.

Kita ambil contoh, Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla kerap menyingkat namanya dengan SBY dan JK. Bahkan, SBY kerap dipanggil juga dengan sebutan Pak Beye. Kebiasaan menyingkat nama juga diaminkan oleh media massa yang kerap menyertakan nama aliasnya. Hal ini juga diikuti oleh anak SBY, Agus Harimurti Yudhoyono yang dikenal dengan sebutan AHY, kadang terpeleset jadi Ahaaay. Kebiasaan menyingkat nama itu membuat publik lebih mudah mengingat sosok mereka. Jadi branding tersendiri bagi mereka.

Baca Juga: Perbedaan Penerbit Mayor dan Penerbit Minor  

Selain itu, tren penyebutan nama alias juga bisa kita temukan dalam penyebutan nama Basuki Tjahaja Purnama yang lebih dikenal dengan nama Ahok. Ada juga Presiden Joko Widodo juga kerap dipanggil dengan nama Jokowi. Sampai-sampai ada lho wartawan yang menulisnya dengan nama Jokowi Dodo, bukan Joko Widodo, bhahaa. Dalam kampanye Pilpres 2019 bahkan disingkat lagi jadi Jkw. Selain itu, ada Oesman Sapta Odang yang kerap disingkat OSO, Bambang Soesatyo jadi Bamsoet, Ridwan Kamil jadi Kang Emil, dan masih banyak lagi. Bahkan Ir Sukarno, sang proklamator kemerdekaan, menggunakan panggilan Bung Karno untuk dirinya. Semua itu dilakukan untuk membuat publik merasa dekat dengan sosok-sosok tersebut. Meskipun cuma “merasa” saja ya, ahahaha, tapi semua nyatanya berpengaruh.

Pentingkah Nama Pena?


Oke, kembali lagi ke warung kopi. Penulis dan politisi memang berbeda. Namun, dalam hal branding atau self-marketing sepertinya sama saja. Dalam konteks penulis, Fahd Pahdepie pernah membahas tentang ini. Suatu ketika, ada peserta kelas menulis yang bertanya kepadanya, “Seberapa penting sih nama pena dalam dunia kepenulisan?” Sebelum ke jawabannya, sedikit informasi, Fahd sendiri dahulu pernah menggunakan nama pena. Sebelum dia beken dan digandrungi kaum milenial dengan nama Fahd Pahdepie (yang merupakan nama aslinya) seperti sekarang, ia sudah menerbitkan beberapa buku dengan nama Fahd Djibran. Entah apa alasannya nama itu digunakan dulu. Fahd mengatakan, “Dulu saya menganggap itu penting, tapi ternyata tidak.”

Baca Juga: Ikuti Kelas Menulis Irfani  

Menurut Fahd, menggunakan nama pena dalam suatu karya boleh saja, tapi bila dikatakan penting atau tidak, sebetulnya tidak penting-penting amat. Bahkan, Fahd menegaskan lagi, nama pena itu “tidak penting”. Itulah alasan dia menanggalkan nama penanya dan memutuskan untuk menggunakan nama asli dalam karya-karya berikutnya.

Mungkin ketika melihat banyak penulis sukses dengan karyanya menggunakan nama pena, ada anggapan di kepala kita bahwa nama pena itu bisa membawa hoki, membawa keberuntungan bagi karya kita. Tapi berbicara keberuntungan, apa yang dialami Fahd malah sebaliknya. Ketika dia menggunakan nama pena, ia tidak seterkenal sekarang saat menggunakan nama asli.

Namun, yang pasti keunikan nama akan membuat orang lain merasa tertarik, apalagi bila nama itu ikonik, mudah diingat, dan menjadi brand si penulis itu. Sebenarnya, boleh-boleh saja kita pakai nama sesuai KTP, nama samaran, atau pakai inisial pada karya kita. Tidak ada larangan atau fatwa haram tentang itu. Namun, bila karya yang kita ciptakan tidak bermutu dan tidak berkualitas, hasilnya tak akan maksimal, bahkan mungkin tidak laku.

Baca Juga: Perbedaan dan Persamaan Penerbit Indie dan Self-Publishing  

Ya, kamu pasti sudah mulai menyadari arah pembicaraan kita sekarang. Tentang seberapa penting nama pena dalam berkarya, jawabannya bergantung anggapan kita terhadap nama pena itu sendiri. Bila menggunakan nama pena membuat kamu nyaman, gunakanlah nama pena. Bila nama pena dirasa lebih menjual dan memberikan personal branding yang baik dan kuat buat kamu, gunakanlah. Bila dengan menggunakan nama pena kamu jadi lebih pede dan bisa lepas berkarya, pakailah itu. Namun, bila merasa cukup dengan nama asli, tak ada salahnya juga menggunakan nama asli.

Sementara soal kesuksesan suatu karya, jelas sekali itu tidaklah ditentukan oleh nama pena semata, tetapi oleh kualitas dan jangkauan karya itu sendiri. Jadi, bila mau karya kita sukses, pastikan karya kita itu berkualitas dan bermutu, serta dibutuhkan orang lain. Dengan kreativitas, kebaruan ide, pertimbangan pasar, segmentasi, dan strategi pemasaran yang tepat, niscaya karya kita bakal bertemu dengan jodohnya, tuan dan puan para pencinta buku di luar sana.

1 komentar

  1. Mukmin Amsidi
    Mukmin Amsidi 22 Mei 2022 pukul 09.18

    Terima kasih atas informasinya 😇

Formulir Pemesanan via Whatsapp